Selasa, 11 Oktober 2011

LP, ASKEP, & PPT PPOM

LAPORAN PENDAHULUAN PPOM
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkitis kronis atau empisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif kadang diikuti oleh hiperaktivitas jalan nafas dan kadangkala parsial reversibel, sekalipun e,pisema dan bronkitis kronis harus didiagnosa dan dirawat sebagai penyakit khusus, sebagian besar pasien PPOK mempunyai tanda dan gejala kedua penyakit tersebut. Sekitar 14 juta orang Amerika terserang PPOK dan Asma sekarang menjadi penyebab kematian keempat di Amerika Serikat. Lebih dari 90.000 kematian dilaporkan setiap tahunnya. Rata-rata kematian akibat PPOK meningkat cepat, terutama pada penderita laki-laki lanjut usia.
Oleh karena itu penyakit PPOK haruslah mendapatkan pengobatan yang baik dan terutama perawatan yang komprehensif, semenjak serangan sampai dengan perawatan di rumah sakit. Dan yang lebih penting dalah perawatan untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang perawatan dan pencegahan serangan berulang pada pasien PPOK di rumah. Hal ini diperlukan perawatan yang komprehensif dan paripurna saat di Rumah Sakit.
2. Tujuan
Tujuan penulisan Laporan Pendahuluan ini adalah :
a. Mengetahui dan memahami tentang proses penyakit, pengertian, penyebab, pengobatan dan perawatan dari PPOK.
b. Mengetahui dan memahami pengkajian yang dilakukan, masalah keperawatan yang muncul, rencana keperawaatan dan tindakan keperawatan yang diberikan dan evaluasi keperawatan yang dilakukan.
B. KONSEP TEORI
1. Pengertian

a. PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis Obstruktif, Emphysema dan Asthma Bronkiale. (Black. J. M. & Matassarin,.E. J. 1993).
b. Suatu kondisi dimana aliran udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini adalah seringkali kombinasi dari 2 atau 3 kondisi berikut ini (Bronkhitis Obstruktif Kronis, Emphysema dan Asthma Bronkiale) dengan suatu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer.(Enggram, B. 1996).
Bronkhitis Kronis
Gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut.
Emphysema
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar
Asthma Bronkiale

Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas.
Asthma dibedakan menjadi 2 :
1. Asthma Bronkiale Alergenik
2. Asthma Bronkiale Non Alergenik
Asthma tidak dibahas disini karena gejala dan tanda lebih spesifik dan ada pembahasan khusus mengenai penyakit asma

2. Patogenesis PPOK
Patofisiologi Bronkhitis Kronis dan Emphysema
MEROKOK PREDISPOSISI GENETIK FAKTOR1 – ANTI TRIPSIN )POLUSI UDARA ( KEKURANGAN TIDAK DIKETAHUI
GANGGUAN SEKAT DAN JARINGAN SEUMUR HIDUP
PEMBERSIHAN PARU PENYOKONG HILANG
PERADANGAN
BRONKUS
& ALVEOLUS
SAAT EKSPIRASI SAL.
UDARA YG KECIL KOLAPS
PERADANGAN
JALAN UDARA
DINDING BRONKIALE
HYPOVENTILASI LEMAH & ALVEOLAR
PECAH
SAAT EKSPIRASI SALURAN
UDARA YANG KECIL KOLAPS
EMPHYSEMA
SERING PADA
BRONKIOLITIS TERJADI EMPHYSEMA LANSIA
KRONIS TIDAK
TIMBUL
GEJALA
BRONKIOLITIS KRONIK SERING
TERJADI
PPOK
3. Penyebab PPOK
a. Bronkitis Kronis
1) Faktor tak diketahui
2) Merokok
3) Polusi Udara
4) Iklim
b. Emphysema
1) Faktor tak diketahui
2) Predisposisi genetic
3) Merokok
4) Polusi udara
c. Asthma Bronkiale
Faktor Prediasposisi nya adalah :
1. Alergen (debu, bulu binatang, kulit dll)
2. Infeksi saluran nafas
3. Stress
4. Olahraga (kegiatan jasmani berat )
5. obat-obatan
6. Polusi udara
7. lingkungan kerja
8. Lain-lain, (iklim, bumbu masak, bahan pengawet dll)
4. Gambaran Klinis
a. Asthma Bronkiale
Selama serangan klien mengalami dispnea dan tanda kesulitan bernafas. Permulaan tanda serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat), Whezing, batuk non produktif, takhi kardi dan takipnea.
b. Manifestasi klinis Emphysema dan bronkhitis kronis
GAMBARAN EMPHYSEMA BRONKHITIS
Mulai timbul Usia 30 – 40 tahun 20 – 30 tahun batuk akibat merokok (cacat pada usia pertengahan)
Sputum Minimal Banyak sekali
Dispne Dispnea relatif dini Lambat
Rasio V/Q Ketidakseimbangan minimal Ketidakseimbangan nyata
Bentuk Tubuh Kurus dan ramping Gizi cukup
Diameter AP dada Dada seperti tong Tidak membesar
Gambaran respirasi Hyperventilasi hypoventilasi
Pa O2
Sa O 2 Norml/rendah
normal Meningkat
Desaturasi
Polisitemia normal Hb dan Hematokrit meningkat
Sianosis Jarang sering
5. PENATALAKSANAAN
Intervensi medis bertujuan untuk :
1) Memelihara kepatenan jalan nafas dengan menurunkan spasme bronkus dan membersihkan secret yang berlebihan
2) Memelihara keefektifan pertukaran gas
3) Mencegah dan mengobati infeksi saluran pernafasan
4) Meningkatkan toleransi latihan.
5) Mencegah adanya komplikasi (gagal nafas akut dan status asmatikus)
6) Mencegah allergen/iritasi jalan nafas
7) Membebaskan adanya ansietas dan mengobati depresi yang sering menyertai adanya obstruksi jalan nafas kronis.
Managemen medis yang diberikan berupa
1) Pharmacologic management
a) Anti inflamasi ( kortikosteroid, sodium kromolin dll)
b) Bronkodilator
Adrenergik : efedrin, epineprin, beta adrenergik agonis selektif
Non adrenergik : aminophilin, tefilin
c) Antihistamin
d) Steroid
e) Antibiotic
f) Ekspektoran
Oksigen digunakan 3 l/m dengan cannula nasal.
2) Hygiene Paru.
Bertujuan untuk membersihkan sekret dari paru-paru dan kemudian meningkatkan kerja silia dan menurunkan resiko infeksi.
Dilaksanakan dengan nebulizer, fisioterapi dada, postural drainase
3) Exercise
Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan melatih fungsi otot skeletal agar lebih efektif.
Dilaksanakan dengan jalan sehat.
4) Menghindari bahan iritans
Penyebab iritans jalan nafas harus dihindari seperti asap rokok dan perlu juga mencegah adanya alergen yang masuk tubuh.
5) Diet
Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya dipsnea. Pemberian porsi yang kecil namun sering lebih baik daripada makan langsung banyak.
6. Pemeriksaan diagnostik
Test faal paru
1) Kapasitas inspirasi menurun
2) Volume residu : meningkat pada emphysema, bronkhitis dan asthma
3) FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif Penyakit Paru Obstruktif Kronik
menurun pada bronchitis dan astma.4) FVC awal normal
5) TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emphysema).
Transfer gas (kapasitas difusi).
Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Transfer gas relatif baik.
Pada emphysema : area permukaan gas menurun.

Transfer gas (kapasitas difusi).menurun
Darah :
Hb dan Hematokrit meningkat pada polisitemia sekunder.
Jumlah darah merah meningkat
Eo dan total IgE serum meningkat.
gagal nafas kronis.Analisa Gas Darah
Pulse oksimetri ® SaO2 oksigenasi menurun.
Elektrolit menurun oleh karena pemakaian deuritika pada cor pulmunale.
Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada astma. PH normal asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
Sputum :
Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran.
Kuman patogen >> :
Streptococcus pneumoniae.
Hemophylus influenzae.
Moraxella catarrhalis.
Radiologi :Thorax foto (AP dan lateral).
Hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung dan bendungan area paru-paru.
Pada emphysema paru :
Distensi >
Diafragma letak rendah dan mendatar.
Ruang udara retrosternal > (foto lateral).
Jantung tampak memanjang dan menyempit.
Bronkogram : menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.
EKG.
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat Kor Pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P- pulmonal pada hantaran II, III dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

2. Lain-lain perlu dikaji berat badan, rata-rata intake cairan dan diet harian.7. Pathway
MEROKOK PREDISPOSISI GENETIK FAKTOR
1 – ANTI TRIPSIN )POLUSI UDARA ( KEKURANGAN TIDAK DIKETAHUI
GANGGUAN SEKAT DAN JARINGAN SEUMUR HIDUP
PEMBERSIHAN PARU PENYOKONG HILANG
PERADANGAN
BRONKUS
& ALVEOLUS SAAT EKSPIRASI SAL.
UDARA YG KECIL KOLAPS
PERADANGAN
JALAN UDARA
DINDING BRONKIALE
HYPOVENTILASI LEMAH & ALVEOLAR
PECAH
SAAT EKSPIRASI SALURAN
UDARA YANG KECIL KOLAPS
EMPHYSEMA
SERING PADA
BRONKIOLITIS TERJADI EMPHYSEMA LANSIA
KRONIS TIDAK
TIMBUL
GEJALA
BRONKIOLITIS KRONIK SERING
TERJADI
PPOK
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian :
1. Riwayat atau faktor penunjang :
- Merokok merupakan faktor penyebab utama.
- Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.
- Riwayat alergi pada keluarga
- Riwayat Asthma pada anak-anak.
2. Riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi :
- Alergen.
- Stress emosional.
- Aktivitas fisik yang berlebihan.
- Polusi udara.
- Infeksi saluran nafas.
3. Pemeriksaan fisik :
a. Manifestasi klinik Penyakit Paru Obstruktif Kronik :
• Peningkatan dispnea.
• Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).
• Penurunan bunyi nafas.
• Takipnea.
b. Gejala yang menetap pada penyakit dasar
Asthma
Batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada seperti terikat.
Mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa stetoskop.
Pernafasan cuping hidung.
Ketakutan dan diaforesis.
Bronkhitis
Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya terjadi pada pagi hari.
Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing.
Sesak nafas
Bronkhitis (tahap lanjut)
Penampilan sianosis
Pembengkakan umum atau “blue bloaters” (disebabkan oleh edema asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmunal).
Emphysema
 Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter thoraks anterior posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).
Fase ekspirasi memanjang.
Emphysema (tahap lanjut)
Hipoksemia dan hiperkapnia.
Penampilan sebagai “pink puffers”
Jari-jari tabuh.
Aktivitas dan Istirahat
Gejala Keletihan, kelelahan, malaise
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas. Perlu tidur dalam posisi duduk cukup tingi. Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda Kelelahan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan masa otot
Sirkulasi
Gejala Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda Peningkatan tekanan darah. Peningkatan frekuensi jantung
Distensi vena leher, sianosis perifer
Integritas ego
Gejala/tanda Ansietas, ketakutan dan peka rangsang
Makanan/cairan
Gejala Mual/muntah, Nafsu makan menurun, ketidakmampuan makan karena distress pernafasan
Penurunanan BB menetap (empisema) dan peningkatan BB karena edema (Bronkitis)
Tanda Turgor kulit buruk, edema, berkeringat, penurunan BB, penurunan massa otot
Hygiene
Gejala Penurunan Kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas tubuh
Tanda Kebersihan buruk, bau badan
Pernafasan
Gejala Nafas pendek, khususnya pada saat kerja, cuaca atau episode serangan asthma, rasa dada tertekan/ketidakmampuan untuk bernafas. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama 3 bulan berturut-turut selam 3 tahun sedikitnya 2 tahun. Sputum hijau, putih, kuning dengan jumlah banyak (bronchitis)
Episode batuk hilang timbul dan tidak produktif (empisema),
Riwayat Pneumonia, riwayat keluarga defisiensi alfa antitripsin
Tanda Respirasi cepat dangkal, biasa melambat, fas ekspirasi memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (empisema)
Pengguanaan otot Bantu pernafasan, Dada barell chest, gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas, Ronki, wheezing, redup
Perkusi hypersonor pada area paru (udara terjebak, dan dapat juga redup/pekak karena adanya cairan).
Kesulitan bicara 94 – 5 kalimat 0
Sianosis bibir dan dasar kuku, jari tabuh.
Seksualitas Libido menurun
Interaksi sosial
Gejala Hubungan ketergantungan, kurang sisitem pendukung
tanda Keterbatasan mobilitas fisik
Kelalaian hubungan antar keluarga

Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
3. Kerusakan pertukaran gas
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
6. Kurang perawatan diri : berpakaian, mandi, makan, toileting

Perencanaan
Perencanaan meliputi penyusunan prioritas, tujuan dan kriteria hasil dari masing-masing masalah yang ditemukan.

Tujuan Penatalaksanaan
• Mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
• Pemeliharaan fungsi paru yang optimal dalam waktu singkat dan panjang.
• Pencegahan dan penanganan eksaserbasi.
• Mengurangi perburukan fungsi paru setiap tahunnya.

Kriteria Keberhasilan :

• Berkurangnya gejala sesak nafas.
• Berkurangnya frekuensi dan lamanya eksaserbasi.
• Membaiknya faal paru.
• Menurunnya gejala psikologik (depresi, kecemasan).
• Memperbaiki kualitas hidup.
• Dapat melakukan aktifitas sehari-hari.

RENCANA KEPERAWATAN


No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan criteria Hasil Intervensi
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.
Batasan Karakteristik :
- Dispneu, Penurunan suara nafas
- Orthopneu
- Cyanosis
- Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
- Kesulitan berbicara
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
- Mata melebar
- Produksi sputum
- Gelisah
- Perubahan frekuensi dan irama nafas
Faktor-faktor yang berhubungan:
- Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi
- Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma.
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Aspiration Control
Kriteria Hasil :
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas NIC :
(1) Airway suction
Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
 Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
Monitor status oksigen pasien
Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
(2) Airway Management
• Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
• Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
• Pasang mayo bila perlu
• Lakukan fisioterapi dada jika perlu
• Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
• Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
• Lakukan suction pada mayo
• Berikan bronkodilator bila perlu
• Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
• Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
• Monitor respirasi dan status O2
2 Pola Nafas tidak efektif
Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak adekuat
Batasan karakteristik :
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
- Penurunan pertukaran udara per menit
- Menggunakan otot pernafasan tambahan
- Nasal flaring
- Dyspnea
- Orthopnea
- Perubahan penyimpangan dada
- Nafas pendek
- Assumption of 3-point position
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Pernafasan rata-rata/minimal
Bayi : < 25 atau > 60
Usia 1-4 : < 20 atau > 30
Usia 5-14 : < 14 atau > 25
Usia > 14 : < 11 atau > 24
- Kedalaman pernafasan
Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat
Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
- Timing rasio
- Penurunan kapasitas vital
Faktor yang berhubungan :
- Hiperventilasi
- Deformitas tulang
- Kelainan bentuk dinding dada
- Penurunan energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
- Obesitas
- Posisi tubuh
- Kelelahan otot pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi Neuromuskuler
- Kerusakan persepsi/kognitif
- Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
- Imaturitas Neurologis NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Vital sign Status
Kriteria Hasil :
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) NIC :
I. AIRWAY MANAGEMENT
• Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
• Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
• Pasang mayo bila perlu
• Lakukan fisioterapi dada jika perlu
• Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
• Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
• Lakukan suction pada mayo
• Berikan bronkodilator bila perlu
• Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
• Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
• Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3 Kerusakan Pertukaran gas

Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli

Batasan karakteristik :
Gangguan penglihatan
Penurunan CO2
Takikardi
Hiperkapnia
Keletihan
somnolen
Iritabilitas
Hypoxia
kebingungan
Dyspnoe
nasal faring
AGD Normal
sianosis
warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
Hipoksemia
hiperkarbia
sakit kepala ketika bangun
frekuensi dan kedalaman nafas abnormal

Faktor faktor yang berhubungan :
ketidakseimbangan perfusi ventilasi
perubahan membran kapiler-alveolar NOC :
Respiratory Status : Gas exchange
Respiratory Status : ventilation
Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang normal NIC :
II. AIRWAY MANAGEMENT
• Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
• Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
• Pasang mayo bila perlu
• Lakukan fisioterapi dada jika perlu
• Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
• Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
• Lakukan suction pada mayo
• Berika bronkodilator bial perlu
• Barikan pelembab udara
• Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
• Monitor respirasi dan status O2
III. RESPIRATORY MONITORING
• Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
• Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
• Monitor suara nafas, seperti dengkur
• Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
• Catat lokasi trakea
• Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
• Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
• Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
• auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
4 Kurang Pengetahuan
Definisi :
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik.
Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai.
Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi. NOC :
Kowlwdge : disease process
Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya NIC :
• Teaching : disease Process
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
- Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)
- Membran mukosa dan konjungtiva pucat
- Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
- Luka, inflamasi pada rongga mulut
- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
- Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
- Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB dengan makanan cukup
- Keengganan untuk makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
- Kurang berminat terhadap makanan
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi, misinformasi

Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi. NOC :
Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti NIC :
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
6 Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik

Definisi :
Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL pada diri

Batasan karakteristik : ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting

Faktor yang berhubungan : kelemahan, kerusakan kognitif atau perceptual, kerusakan neuromuskular/ otot-otot saraf NOC :
Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Kriteria Hasil :
Klien terbebas dari bau badan
Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
Dapat melakukan ADLS dengan bantuan NIC :
Self Care assistane : ADLs
Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.


Askep Klien PPOM
( Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOM )

Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale.
PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

PPOK
Bronkitis Kronis
Pengertian Bronkitis Kronis

Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002).
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.
Patofisiologi Bronkitis Kronis

Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.
Tanda dan Gejala Bronkitis Kronis
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
Pemeriksaan Penunjang
1.Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia
2.Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar
3.Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat.
4.Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat
A. Pengertian

Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asthma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon.
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).
B. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkhial.
1.Faktor predisposisi
oGenetik
Dimana ang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2.Faktor presipitasi
oAlergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1.Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.
Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2.Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Seperti : makanan dan obat-obatan.
3.Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
oPerubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
oStress.
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
oLingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
oOlah raga/ aktifitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Klasifikasi Asthma
Berdasarkan penyebabnya, asthma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1.Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.
2.Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3.Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
D. Patofisiologi
Asthma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asthma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asthma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1.Tingkat I :
oSecara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2.Tingkat II :
oTanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
oBanyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3.Tingkat III :
oTanpa keluhan.
oPemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
oPenderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4.Tingkat IV :
oKlien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
oPemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5.Tingkat V :
oStatus asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
oAsma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
F. Pemeriksaan penunjang
1.Pemeriksaan laboratorium.
oPemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
oPemeriksaan darah.
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2.Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
oBila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
oBila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
oBila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
oDapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
oBila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
3.Pemeriksaan tes kulit
DilakukAn untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
4.Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
oPerubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
oTerdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
oTanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
5.Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
6.Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
G. Penatalaksanaan
1.Pengobatan farmakologik :
oBronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
1.Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).
Nama obat :
Orsiprenalin (Alupent)
Fenoterol (berotec)
Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2.Santin (teofilin)
Nama obat :
Aminofilin (Amicam supp)
Aminofilin (Euphilin Retard)
Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
oKromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
oKetolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
2.Pengobatan non farmakologik:
oMemberikan penyuluhan.
oMenghindari faktor pencetus.
oPemberian cairan.
oFisiotherapy.
oBeri O2 bila per
Emfisema
Pengertian Emfisema
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO).
Patofisiologi Emfisema
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

Emfisema
Tanda dan Gejala Emfisema
•Dispnea
•Takipnea
•Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
•Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
•Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
•Hipoksemia
•Hiperkapnia
•Anoreksia
•Penurunan BB
•Kelemahan
Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan jantung normal
2. Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan VC dan FEV
Asma
Pengertian Asma
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner & Suddarth, 2002)
Patofisiologi Asma
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor a- dan b-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor a adrenergik dirangsang , terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor b-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor a- dan b-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor -alfa mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan b-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.
Patofisiologi Asma
Tanda dan Gejala Asma
•Batuk
•Dispnea
•Mengi
•Hipoksia
•Takikardi
•Berkeringat
•Pelebaran tekanan nadi
Pemeriksaan Penunjang
1.Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma
2. Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil). Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik
3. AGD : hipoksi selama serangan akut
4. Fungsi pulmonari :
•Biasanya normal
•Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak menurun
Asuhan Keperawatan PPOM
Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
•Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
•Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
•Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
•Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
•Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
•Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
•Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
•Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
•Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
•Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
•Apakah tampak sianosis?
•Apakah vena leher pasien tampak membesar?
•Apakah pasien mengalami edema perifer?
•Apakah pasien batuk?
•Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
•Bagaimana status sensorium pasien?
•Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Diagnosa Keperawatan PPOM
a) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
d) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi
e) Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.
Intervensi PPOM
a)Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
Intervensi :
Mandiri
•Auskultasi bunyi nafas
•Kaji frekuensi pernapasan
•Kaji adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan dan penggunaan otot bantu pernapasan
•Berikan posisi yang nyaman pada pasien : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
•Hindarkan dari polusi lingkungan misal : asap, debu, bulu bantal
•Dorong latihan napas abdomen
•Observasi karakteristik batuk misalnya : menetap, batuk pendek, basah
•Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung
•Berikan air hangat
Kolaborasi :
•Berikan obat sesuai indikasi : bronkodilator, Xantin, Kromolin, Steroid oral/IV dan inhalasi, antimikrobial, analgesik
•Berikan humidifikasi tambahan : misal nebuliser ultranik
•Fisioterapi dada
•Awasi GDA, foto dada, nadi oksimetri
b)Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi
Mandiri :
•Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan alat bantu pernapasan
•Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernapas
•Kaji kulit dan warna membran mukosa
•Dorong mengeluarkan sputum,penghisapan bila diindikasikan
•Auskulatasi bunyi nafas
•Palpasi fremitus
•Awasi tingkat kesadaran
•Batasi aktivitas pasien
•Awasi TV dan irama jantung
Kolaborasi :
•Awasi GDA dan nadi oksimetri
•Berikan oksigen sesuai indikasi
•Berikan penekan SSP (antiansietas, sedatif atau narkotik)
•Bantu intubasi, berikan ventilasi mekanik
c)Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
Intervensi :
Mandiri :
•Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Evalusi berat badan
•Auskultasi bunyi usus
•Berikan perawatan oral sering
•Berikan porsi makan kecil tapi sering
•Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
•Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
•Timbang BB
Kolaborasi :
•Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna
•Kaji pemeriksaan laboratorium seperti albumin serum
•Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi
•Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi
d) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi
InterVensi :
•Awasi suhu
•Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan msukan cairan adekuat
•Observasi warna, karakter, bau sputum
•Awasi pengunjung
•Seimbangkan aktivitas dan istirahat
•Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat
Kolaborasi :
•Dapatkan spesimen sputum
•Berikan antimikrobial sesuai indikasi
e) Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.
•Jelaskan proses penyakit
•Jelaskan pentingnya latihan nafas, batuk efektif
•Diskusikan efek samping dan reaksi obat
•Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler
•Tekankan pentingnya perawatan gigi /mulut
•Diskusikan pentingya menghindari orang yang sedang infeksi
•Diskusikan faktor lingkungan yang meningkakan kondisi seperti udara terlalu kering, asap, polusi udara. Cari cara untuk modifikasi lingkungan
•Jelaskan efek, bahaya merokok
•Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas, aktivitas pilihan dengan periode istirahat
•Diskusikan untuk mengikuti perawatan dan pengobatan
•Diskusikan cara perawatan di rumah jika pasien diindikasikan pulang



Referensi :
http://sumardinhasan.blogspot.com/2009/10/askep-ppom.html
http://el-azani.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_9695.html
http://laporanpendahuluan.blogspot.com/2010/02/laporan-pendahuluan-copd.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar