Senin, 10 Oktober 2011

LP, ASKEP, PPT EMFISEMA

LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA
A. Pengertian

Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216)
Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253)
Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435)
B. Klasifikasi

Terdapat 2 (dua) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru :
1.CLE (emfisema sentrilobular)
CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang. Mula-mula duktus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. CLE lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price 1995).
2. PLE (emfisema panlobular)

Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzim alfa 1-antitripsin. Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami( Cherniack dan cherniack, 1983).
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak.Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkhiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkhiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mucus.. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkhiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.
Emfisema dapat bersifat kompensatorik atau obstruktif.
1.Emfisema kompensatorik
Terjadi di bagian paru yang masih berfungsi, karena ada bagian paru lain yang tidak atau kurang berfungsi, misalnya karena pneumonia, atelektasis, pneumothoraks.
2.Emfisema obstruktif
Terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus yang tidak menyeluruh, hingga terjadi mekanisme ventil.

C. Etiologi
Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu :
1. Rokok
Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus.
2. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
3. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
4. Genetik
5. Paparan Debu

D. Tanda dan Gejala
•Dispnea
•Takipnea
•Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
•Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
•Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
•Hipoksemia
•Hiperkapnia
•Anoreksia
•penurunan BB
•Kelemahan
•Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis Kronis
•Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
•Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk
•Bibir tampak kebiruan
•Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
•Batuk menahun

E. Manifestasi Klinis

1.Dispnea
2.Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’
3.Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid)
4.Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru.
5.Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi
6.Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum
7.Distensi vena leher selama ekspirasi.
F. Patofisiologi

Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian tau seluruhparu.

Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.

Pada emfisema terjadi penyempitan saluran nafas, penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan sesak, penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.
G. Komplikasi
1.Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2.Daya tahan tubuh kurang sempurna
3.Tingkat kerusakan paru semakin parah
4.Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5.Pneumonia
6.Atelaktasis
7.Pneumothoraks
8.Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.
H. Pemeriksaan diagnostik
•Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
•Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.
•TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema
•Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema
•Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma
•FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis dan asma
•GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis
h.Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis
•JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma)
•Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer
•Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi
•EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema)
•EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.
I.Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan jantung normal
2. Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan VC dan FEV
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan emfisema secara umum meliputi :
1.Penatalaksanaan umum.
2.Pemberian obat-obatan.
3.Terapi oksigen.
4.Latihan fisik.
5.Rehabilitasi.
6.Fisioterapi.

1.Penatalaksanaan umum
Yang termasuk di sini adalah :
a.Pendidikan terhadap keluarga dan penderita
Mereka harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa memperburuk penyakit. Ini perlu peranan aktif penderita untuk usaha pencegahan.
b.Menghindari rokok dan zat inhalasi

Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit. Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi harus dihindari. Karena zat itu menimbulkan ekserbasi / memperburuk perjalanan penyakit.
c.Menghindari infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas sedapat mungkin dihindari oleh karena dapat menimbulkan suatu eksaserbasi akut penyakit.

2.Pemberian obat-obatan.
a.Bronkodilator
1.Derivat Xantin
Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru. Obat ini menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja sebagai bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex: teofilin, aminofilin.
2.Gol Agonis
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenil siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan bronkodilatasi.
Pemberian dalam bentuk aerosol lebih efektif. Obat yang tergolong beta-2 agonis adalah: terbutalin, metaproterenol dan albuterol.
3.Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga bronkospasme menjadi terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan dalam bentuk inhalasi.
4.Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada emfisema masih diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin memberi perbaikan. Pengobatan dihentikan bila tidak ada respon. Obat yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan prednisolon.
b. Ekspectoran dan Mucolitik
Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yang utama dan penting pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan mucolitik yang biasa dipakai adalah bromheksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi.
Asetil sistein selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran aspas dari kerusakan yang disebabkan oleh oksidans.
c. Antibiotik
Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan semakin memburuk. Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotik dapat mengurangi lama dan beratnya eksaserbasi. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotik tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme.
3. Terapi oksigen
Pada penderita dengan hipoksemia yaitu PaO2 <>
4. Latihan fisik
Hal ini dianjurkan sebagai suatu cara untuk meningkatkan kapasitas latihan pada pasien yang sesak nafas berat. Sedikit perbaikan dapat ditunjukan tetapi pengobatan jenis ini membutuhkan staf dan waktu yang hanya cocok untuk sebagian kecil pasien. Latihan pernapasan sendiri tidak menunjukkan manfaat.
Latihan fisik yang biasa dilakukan :
Secara perlahan memutar kepala ke kanan dan ke kiri
Memutar badan ke kiri dan ke kanan diteruskan membungkuk ke depan lalu ke belakang
Memutar bahu ke depan dan ke belakang. Mengayun tangan ke depan dan ke belakang dan membungkuk. Gerakan tangan melingkar dan gerakan menekuk tangan. Latihan dilakukan 15-30 menitselama4-7hariperminggu. Dapat juga dilakukan olah raga ringan naik turun tangga. Walking–jogging ringan.
5. Rehabilitasi
Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang cemas dan mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi pekerjaan dilakukan untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisiknya. Misalnya bila istirahat lebih baik duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tapi teratur.
6. Fisioterapi
Tujuan dari fisioterapi adalah :
a. Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efisiensi batuk.
b. Mengatasi gangguan pernapasan pasien.
c. Memperbaiki gangguan pengembangan thoraks.
d. Meningkatkankekuatan otot-otot pernapasan.
e. Mengurangi spasme otot leher.
Penerapan fisioterapi :
1.Postural Drainase :
Salah satu tehnik membersihkan jalan napas akibat akumulasi sekresi dengan cara penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi.
Tujuannya untuk mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru, mengatasi gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk.
2. Breathing Exercises :
Dimulai dengan menarik napas melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian menghembuskan napas melalui bibir dengan mulut mencucu. Posisi yang dapat digunakan adalah tidur terlentang dengan kedua lutut menekuk atau kaki ditinggikan, duduk di kursi atau di tempat tidur dan berdiri.
Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernapasan, meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan, mendapatkan relaksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada.
3. Latihan Batuk :
Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakea, bronkioli dari sekret dan benda asing.
4.Latihan Relaksasi :
Secara individual penderita sering tampak cemas, takut karena sesat napas dan kemungkinan mati lemas. Dalam keadaan tersebut, maka latihan relaksasi merupakan usaha yang paling penting dan sekaligus sebagai langkah pertolongan.
Metode yang biasa digunakan adalah Yacobson.
Contohnya :
Penderita di tempatkan dalam ruangan yang hangat, segar dan bersih, kemudian penderita ditidurkan terlentang dengan kepala diberi bantal, lutut ditekuk dengan memberi bantal sebagai penyangga.


ASUHAN KEPERAWATAN EMFISEMA
1) Definisi
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli.

2) Klasifikasi Emfisema Berdasarkan Morfologi

a. Centrilobural Emfisema (CLE)
Terdapat pelebaran dan kerusakan brokiolus respiratorius tertentu. Dinding bronkiolus terbuka dan menjadi membesar dan bersatu cenderung membentuk sebuah ruangan bersamaan dengan membesarnya dinding. Cenderung tidak seluruh paru, namun lebih berat pada daerah atas.

b. Panlobular Emfisema (PLE)
Pembesaran lebih seragam dan perusakan alveoli dalam asinus paru-paru, Biasanya lebih difus dan lebih berat pada paru-paru bawah. Ditemukan pada orang tua yang tidak ada tanda bronchitis kronis atau gangguan 1- antitripsinfungsi paru. Khas ditemukan pada orang dengan defisiensi homozigot.

3) Etiologi

Merokok belum diketahui pasti sebagai penyebab emfisema, tetapi merokok diduga merupakan penyebab utama dari penyakit emfisema. Selain itu, penyebab emfisema pada sedikit pasien yaitu diakibatkan oleh adanya predisposisi familial berkaitan dengan abnormalitas protein plasma, 1 yang merupakan enzim inhibitor. Tanpa enzimdefisiensi antitripsin - inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru.

4) Patofisiologi
Karena dinding alveoli terus mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen sehingga mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri dan menyebabkan asidosis respiratoris.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabakan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema.
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat atau adanya faktor resiko
a.Riwayat menghirup rokok.
b.Riwayat terpajan zat kimia.
c.Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.
d.Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi misalnya BBLR, infeksi saluran nafas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara.
e.Sesak nafas waktu aktivitas terjadi bertahap dan perlahan-lahan memburuk dalam beberapa tahun (1,2).
f.Pada bayi terdapat kesulitan pernapasan berat tetapi kadang-kadang tidak terdiagnosis hingga usia sekolah atau bahkan sesudahnya (12).
g.PPOM
h.Perokok berat
i.Menghisap debu/bahan iritan
j.Pengaruh usia

2.Pemeriksaan Fisik
a.Nafas terengah-engah (dispnea) disertai dengan suara seperti peluit
b.Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk
c.Bibir tampak kebiruan
d.BB menurun akibat nafas menurun (kurus)
e.Batuk menahun
f.Inspeksi :
1) Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup).
2) Dada berbentuk barrel-chest.
3) Sela iga melebar.
4) Sternum menonjol.
5) Retraksi intercostal saat inspirasi.
6) Penggunaan otot bantu pernapasan.
g.Palpasi : vokal fremitus melemah.
h.Perkusi : hipersonor, hepar terdorong ke bawah, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah.
i.Auskultasi :
1)Suara nafas vesikuler normal atau melemah.
2)Terdapat ronki samar-samar.
3)Wheezing terdengar pada waktu inspirasi maupun ekspirasi.
4)Ekspirasi memanjang.
5)Bunyi jantung terdengar jauh, bila terdapat hipertensi pulmonale akan terdengar suara P2 mengeras pada LSB II-III (1,2).
3.Pemeriksaan Diagnostik
1)Lab : Hb biasanya normal (12-15 g/dl). PaO2 normal sampai sedikit turun (65-75 mmhg) tetapi SaO2 normal saat istirahat. PaO2 normal sampai sedikit menurun (35-40mmhg). Radiografi dada menunjukkan hiperinflamasi dan diafragma rata. Tanda-tanda vaskuler berkurang terutama di apek.
2)Tes-tes fungsi paru : Obstruksi aliran udara dimana-mana, kapasitas paru-paru total meningkat, kadang-kadang begitu menyolok, O2CO menurun pengembangan paru-paru statis menurun.
3)Evalusi khusus sesuai v/d : Peningkatan ventilasi ke area v/d yang tinggi, seperti tingginya ventilasi, seperti tingginya ventilasi ruang mati.
4)Pemeriksaan sputum menunjukkan streptococcus pneumoniae, hemophilius influenzae, moraxella catlarrhalis.
5)Pemeriksaan EKG : Untuk mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai hipertensi pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
EKG menunjukkan sinus takikardi dan pada penyakit yang sudah lanjut.
6)Hemodinamik : Cardiac output normal sampai sedikit rendah, tekanan arteri pulmonalis menuru ringan dan meningkatkan latihan.
7)Ventilasi noktural : Derajat ringan sampai sedang dari desaturasi oksihemoglobin biasanya tidak berhubungan dengan apnea saat tidur yang obstruktif.
8)Ventilasi saat latihan : Peningkatan ventilasi per menit untuk level konsumsi O2. PaO2 sedikit menurun.
9)Faal Paru : Spinometri (VEP, KVP).
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP 1 <>
10)Darah Rutin : Hb, Ht, Leukosit.
11)Gambaran Radiologis : Pada emfisema terlihat gambaran :
Diafragma letak rendah dan datar.
Ruang retrosternal melebar.
Gambaran vaskuler berkurang.
Jantung tampak sempit memanjang.
12)Pemeriksaan Analisis Gas Darah
13)Pemeriksaan Enzimatik : Kadar alfa-1-antitripsin rendah.
B. PRIORITAS MASALAH
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret, sekret tertahan dan penurunan energi/kelemahan.
2. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan ventilasi alveoli
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, anoreksia, mual/muntah
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan
6. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
7. Resiko tinggi infeksi pernafasan berhubungan dengan akumulasi sekret jalan nafas dan penurunan kemampuan batuk efektif
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN PASIEN DENGAN EMFISEMA
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret, sekret tertahan dan penurunan energi/kelemahan.
BATASAN KARAKTERISTIK : Pernyataan kesulitan bernafas, perubahan kedalaman/kecepatan pernafasan, penggunaan otot aksesori, bunyi nafas tidak normal, misalnya: mengi, ronki, krekels, batuk (menetap), dengan/tanpa produksi sputum.
TUJUAN : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
KRITERIA EVALUASI : Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas.
INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Auskultasi bunyi nafas
Beberapa derajat spasme bronkus dengan obstruksi jalan nafas & dapat dimanifestasikan adanya bunyi nafas abnormal.
Kaji/pantau frekuensi pernafasan Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada proses infeksi akut
Catat adanya derajat dispnea
Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan grautasi.
Observasi karakteristik batuk Batuk dapat menetap tapi tdk efektif, pada pasien lansia, sakit akut,atau kelemahan

2.Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan ventilasi alveoli
BATASAN KARAKTERISTIK : frekuensi pernafasan tidak efektif, hiperventilasi, takikardi
TUJUAN : Tidak terjadi perubahan dalam frekuensi pola pernafasan, Tekanan nadi (frekuensi, irama, kualitas) normal.
KRITERIA EVALUASI : Pasien memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif dan mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru.
NO INTERVENSI RASIONALISASI
Pastikan Pasien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Latihan pasien bernafas perlahan-lahan.
Jelaskan pada pasien bahwa dia dapat mengatasi hiperventilasi melalui control pernafasan secara sadar. Pasien tidak merasakan ansietas (cemas).
Pola pernafasan pasien efektif dan ventilasi alveoli normal.
Tidak terjadi gangguan perubahan fungsi pernafasan.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
BATASAN KARAKTERISTIK : Dispnea, bingung, gelisah, ketidakmampuan membuang secret, perubahan tanda-tanda vital, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
TUJUAN : Pertukaran gas pasien kembali normal, Tidak terjadi perubahan fungsi pernafasan
KRITERIA EVALUASI : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat, Pasien dapat bernafas normal tanpa menggunakan otot tambahan pernafasan, Pasien tidak mengatakan nyeri saat istirahat

NO INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Kaji frekuensi kedalaman pernafasan.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
Evaluasi tingkat toleransi aktivitas
Awasi TTV dan irama jantung
Kolaborasi
Berikan O2 tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan atau kronisnya penyakit.
Pengiriman O2 dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea, kerja nafas.
Selama distress pernafasan, pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.
Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Dapat memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia
4.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, anoreksia, mual/muntah.
BATASAN KARAKTERISTIK : Penurunan BB, kehilangan massa otot, tonus otot buruk, kelemahan, mengeluh gangguan sensasi mengecap, keengganan untuk makan, kurang tertarik pada makanan.
TUJUAN : Menunjukkan peningkatan BB menuju tujuan yang tepat.
KRITERIA EVALUASI : Menunjukan perilaku/perubahan pola
hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat yang tepat.

NO INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan untuk saat ini.
Berikan perawatan oral, sering buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
Timbang BB sesuai indikasi
Kolaborasi
Konsul ahli gizi/ nutrisi pendukung untuk memberikan makanan yang mudah cerna, secara nutrisi seimbang.
Kaji pemeriksaan laboratorium
Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat.
Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan berikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/pengguna energi.
Mengevaluasi dan mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemhan fisik umum, keletihan.
BATASAN KARAKTERISTIK :
Subjektif :
1. ketidaknyamanan/dipsnea yang membutuhkan pengerahan tenaga
2. melaporkan keletihan/kelemahan secara verbal
Objektif :
1. Denyut jantung/tekanan darah tidak normal sebagai respons
2. Perubahan EKG selama aktivitas yang menunjukan aritmia/iskemia.
TUJUAN
Bahasa NOC :
1. Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan penghematan energi, dan perawatan diri : aktivitas kehidupan sehari- hari (dan AKSI).
2. Menunjuk penghematan energi, ditandai dengan indicator sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5: tidak sama sekali, ringan, sedang, berat, atau sangat berat)
3. Menyadari keterbatasan energi
4. Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
5. Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas.
KRITERIA EVALUASI :
Pasien akan :
1. Mengidentifikasi aktivitas dan/atau situasi yangmenimbulkan kecemasan yang berkontribusi kepada intoleransi aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan yang memadai pada denyut jantung, frekuensi respirasi, tekanan darah, dan pola yang dipantau dalam batas normal.
3. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, pengobatan dan/atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
4. Menampilkan aktivitas kehidupan sehari- hari (AKS) dengan beberapa bantuan (misalnya, eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi)
5. Menampilkan pengelolahan pemeliharaan di rumah dengan beberapa bantuan (misalnya, membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)
INTERVENSI PRIORITAS NIC
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1. Mandiri
Terapi aktivitas
Saran tentang dan bantuan dalam aktivitas fisik, kognitif,social,dan spiritual yang spesifik meningkatkan tentang ,frekuensi atau durasi aktivitas individu (kelompok)
2 Pengelolahan energi Pengaturan penggunaan sehari-hari untuk merawat atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi.
3 Ajarkan pada pasien dan orang yang penting bagi pasien tentang teknik perawatan diri Meminimalkan konsumsi O2 (dalam aktivitas sehari-hari)
4 Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan management waktu Mencegah kelelahan
5 Kolaboratif
Rujuk pada pelayanan kesehatan rumah
Mendapatkan pelayanan tentang bantuan perawatan rumah sesuai dengan kebutuhan
6 Rujuk pada ahli gizi Merencanakan makanan untuk menngkatkan asupan makanan yang tinggi energi
7 Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi fisik dan atau rekreasi Merencanakan dan memantau program aktivitas sesuai dengan kebutuhan
6. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
BATASAN KARAKTERISTIK : Takut, gusar khawatir, menurunnya keyakinan diri, takut terhadap sesuatu, horror, meningkatnya tekanan, perasaan menyeramkan, perasaan mengerikan, perasaan cemas, perilaku menentang, meningkatnya kewaspadaan, meningkatnya denyut nadi, gugup, gemetar.
Hasil yang Disarankan NOC : Mengontrol ketakutan : Kemampuan untuk mengurangi atau menurunkan perasaan tidak mampu membangkitkan keaspadaan oleh sumber-sumber yang dapat diidentifikasi.
TUJUAN : Memperlihatkan pengendalian ketakutan
KRITERIA EVALUASI : Menunjukan perilaku untuk memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Intervensi Prioritas NIC
NNO Intervensi Rasionalisasi
1 Pengurangan Ansietas Untuk meminimalkan rasa khawatir, perasaan takut, firasat atau kesulitan yang berhubungan dengan suatu sumber bahaya ang tidak teridentifikasi yang mungkin terjadi
2 Peningkatan Koping Membantu pasien beradaptasi untuk mengartikan stressor, perubahan, atau ancaman yang berpengaruh pada pemenuhan tuntutan hidup dan peran
3 Peningkatan Keamanan Meningkatan perasaan aman fisik dan psikologis pasien
7. Resiko tinggi infeksi pernafasan b.d akumulasi sekret jalan nafas dan menurunnya kemampuan batuk efektif.
BATASAN KARAKTERISTIK : Penurunan kerja silia,menetapnya sekret, kerusakan jaringan, proses penyakitkronis, malnutrisi.
TUJUAN : a. mengetahui penyebab faktor resiko infeksi
b. menurunkan resiko infeksi
c. meningkatkan lingkungan yang aman dan bersih
KRITERIA EVALUASI : a. menyatakan pemahaman penyebab/faktor resiko individu
b. mengidentifikasi intervensi mencegah/ menurunkan resiko infeksi
c. menunjukan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1Awasi suhu Demam dapat terjadi karena infeksi dan dehidrasi
2Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektik, perubahan posisi sering, dan masukkan cairan adekuat Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru
3Observasi warna, karakter, bau sputum Sekret berbau, kuning/kehijauan menunjukan adanya infeksi paru.
4Tunjukkan dan bantu pasien tentang pebuangan tisue dan sputum. Tekankan cuci tangan yang benar(perawat dan pasien) dan penggunaan sarung tangan bila memegang/menbuang tisue, wadah sputum Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
5.Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi Menurunkan potensial terpanjang pada penyakit infeksius (misalnya:ISK)
6.Kolaborasi
Dapatkan spesimen sputum dengan batuk/penghisapan untuk pewarnaan kuman gram, kultur/sensitifitas.
Dilakukan untuk menidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai antimikrobial.
7.Berikan anti mikrobial sesuai indikasi Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas/diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi


ASUHAN KEPERAWATAN EMFISEMA
1) Definisi
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli.
2) Klasifikasi Emfisema Berdasarkan Morfologi
a. Centrilobural Emfisema (CLE)
Terdapat pelebaran dan kerusakan brokiolus respiratorius tertentu. Dinding bronkiolus terbuka dan menjadi membesar dan bersatu cenderung membentuk sebuah ruangan bersamaan dengan membesarnya dinding. Cenderung tidak seluruh paru, namun lebih berat pada daerah atas.
b. Panlobular Emfisema (PLE)
Pembesaran lebih seragam dan perusakan alveoli dalam asinus paru-paru, Biasanya lebih difus dan lebih berat pada paru-paru bawah. Ditemukan pada orang tua yang tidak ada tanda bronchitis kronis atau gangguan 1- antitripsinfungsi paru. Khas ditemukan pada orang dengan defisiensi homozigot.
3) Etiologi
Merokok belum diketahui pasti sebagai penyebab emfisema, tetapi merokok diduga merupakan penyebab utama dari penyakit emfisema. Selain itu, penyebab emfisema pada sedikit pasien yaitu diakibatkan oleh adanya predisposisi familial berkaitan dengan abnormalitas protein plasma, 1 yang merupakan enzim inhibitor. Tanpa enzimdefisiensi antitripsin - inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru.
4) Patofisiologi
Karena dinding alveoli terus mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen sehingga mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri dan menyebabkan asidosis respiratoris.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabakan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema.
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat atau adanya faktor resiko
a. Riwayat menghirup rokok.
b. Riwayat terpajan zat kimia.
c. Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.
d. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi misalnya BBLR, infeksi saluran nafas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara.
e. Sesak nafas waktu aktivitas terjadi bertahap dan perlahan-lahan memburuk dalam beberapa tahun (1,2).
f. Pada bayi terdapat kesulitan pernapasan berat tetapi kadang-kadang tidak terdiagnosis hingga usia sekolah atau bahkan sesudahnya (12).
g. PPOM
h. Perokok berat
i. Menghisap debu/bahan iritan
j. Pengaruh usia
2. Pemeriksaan Fisik
a. Nafas terengah-engah (dispnea) disertai dengan suara seperti peluit
b. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk
c. Bibir tampak kebiruan
d. BB menurun akibat nafas menurun (kurus)
e. Batuk menahun
f. Inspeksi :
1) Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup).
2) Dada berbentuk barrel-chest.
3) Sela iga melebar.
4) Sternum menonjol.
5) Retraksi intercostal saat inspirasi.
6) Penggunaan otot bantu pernapasan.
g. Palpasi : vokal fremitus melemah.
h. Perkusi : hipersonor, hepar terdorong ke bawah, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah.
i. Auskultasi :
1) Suara nafas vesikuler normal atau melemah.
2) Terdapat ronki samar-samar.
3) Wheezing terdengar pada waktu inspirasi maupun ekspirasi.
4) Ekspirasi memanjang.
5) Bunyi jantung terdengar jauh, bila terdapat hipertensi pulmonale akan terdengar suara P2 mengeras pada LSB II-III (1,2).
3. Pemeriksaan Diagnostik
1) Lab : Hb biasanya normal (12-15 g/dl). PaO2 normal sampai sedikit turun (65-75 mmhg) tetapi SaO2 normal saat istirahat. PaO2 normal sampai sedikit menurun (35-40mmhg). Radiografi dada menunjukkan hiperinflamasi dan diafragma rata. Tanda-tanda vaskuler berkurang terutama di apek.
2) Tes-tes fungsi paru : Obstruksi aliran udara dimana-mana, kapasitas paru-paru total meningkat, kadang-kadang begitu menyolok, O2CO menurun pengembangan paru-paru statis menurun.
3) Evalusi khusus sesuai v/d : Peningkatan ventilasi ke area v/d yang tinggi, seperti tingginya ventilasi, seperti tingginya ventilasi ruang mati.
4) Pemeriksaan sputum menunjukkan streptococcus pneumoniae, hemophilius influenzae, moraxella catlarrhalis.
5) Pemeriksaan EKG : Untuk mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai hipertensi pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
EKG menunjukkan sinus takikardi dan pada penyakit yang sudah lanjut.
6) Hemodinamik : Cardiac output normal sampai sedikit rendah, tekanan arteri pulmonalis menuru ringan dan meningkatkan latihan.
7) Ventilasi noktural : Derajat ringan sampai sedang dari desaturasi oksihemoglobin biasanya tidak berhubungan dengan apnea saat tidur yang obstruktif.
8) Ventilasi saat latihan : Peningkatan ventilasi per menit untuk level konsumsi O2. PaO2 sedikit menurun.
9) Faal Paru : Spinometri (VEP, KVP).
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP 1 <>
10) Darah Rutin : Hb, Ht, Leukosit.
11) Gambaran Radiologis : Pada emfisema terlihat gambaran :
Diafragma letak rendah dan datar.
Ruang retrosternal melebar.
Gambaran vaskuler berkurang.
Jantung tampak sempit memanjang.
12) Pemeriksaan Analisis Gas Darah
13) Pemeriksaan Enzimatik : Kadar alfa-1-antitripsin rendah.
B. PRIORITAS MASALAH
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret, sekret tertahan dan penurunan energi/kelemahan.
2. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan ventilasi alveoli
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, anoreksia, mual/muntah
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan
6. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
7. Resiko tinggi infeksi pernafasan berhubungan dengan akumulasi sekret jalan nafas dan penurunan kemampuan batuk efektif
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN PASIEN DENGAN EMFISEMA
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret, sekret tertahan dan penurunan energi/kelemahan.
BATASAN KARAKTERISTIK : Pernyataan kesulitan bernafas, perubahan kedalaman/kecepatan pernafasan, penggunaan otot aksesori, bunyi nafas tidak normal, misalnya: mengi, ronki, krekels, batuk (menetap), dengan/tanpa produksi sputum.
TUJUAN : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
KRITERIA EVALUASI : Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas.
INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Auskultasi bunyi nafas
Beberapa derajat spasme bronkus dengan obstruksi jalan nafas & dapat dimanifestasikan adanya bunyi nafas abnormal.
Kaji/pantau frekuensi pernafasan Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada proses infeksi akut
Catat adanya derajat dispnea
Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan grautasi.
Observasi karakteristik batuk Batuk dapat menetap tapi tdk efektif, pada pasien lansia, sakit akut,atau kelemahan
2. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan ventilasi alveoli
BATASAN KARAKTERISTIK : frekuensi pernafasan tidak efektif, hiperventilasi, takikardi
TUJUAN : Tidak terjadi perubahan dalam frekuensi pola pernafasan, Tekanan nadi (frekuensi, irama, kualitas) normal.
KRITERIA EVALUASI : Pasien memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif dan mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru.
NO INTERVENSI RASIONALISASI
Pastikan Pasien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Latihan pasien bernafas perlahan-lahan.
Jelaskan pada pasien bahwa dia dapat mengatasi hiperventilasi melalui control pernafasan secara sadar. Pasien tidak merasakan ansietas (cemas).
Pola pernafasan pasien efektif dan ventilasi alveoli normal.
Tidak terjadi gangguan perubahan fungsi pernafasan.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
BATASAN KARAKTERISTIK : Dispnea, bingung, gelisah, ketidakmampuan membuang secret, perubahan tanda-tanda vital, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
TUJUAN : Pertukaran gas pasien kembali normal, Tidak terjadi perubahan fungsi pernafasan
KRITERIA EVALUASI : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat, Pasien dapat bernafas normal tanpa menggunakan otot tambahan pernafasan, Pasien tidak mengatakan nyeri saat istirahat

NO INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Kaji frekuensi kedalaman pernafasan.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
Evaluasi tingkat toleransi aktivitas
Awasi TTV dan irama jantung
Kolaborasi
Berikan O2 tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan atau kronisnya penyakit.

Pengiriman O2 dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea, kerja nafas.

Selama distress pernafasan, pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.

Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Dapat memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, anoreksia, mual/muntah.
BATASAN KARAKTERISTIK : Penurunan BB, kehilangan massa otot, tonus otot buruk, kelemahan, mengeluh gangguan sensasi mengecap, keengganan untuk makan, kurang tertarik pada makanan.
TUJUAN : Menunjukkan peningkatan BB menuju tujuan yang tepat.
KRITERIA EVALUASI : Menunjukan perilaku/perubahan pola
hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat yang tepat.

NO INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan untuk saat ini.

Berikan perawatan oral, sering buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.

Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
Timbang BB sesuai indikasi
Kolaborasi
Konsul ahli gizi/ nutrisi pendukung untuk memberikan makanan yang mudah cerna, secara nutrisi seimbang.
Kaji pemeriksaan laboratorium
Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat.
Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan berikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/pengguna energi.
Mengevaluasi dan mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemhan fisik umum, keletihan.
BATASAN KARAKTERISTIK :
Subjektif :
1. ketidaknyamanan/dipsnea yang membutuhkan pengerahan tenaga
2. melaporkan keletihan/kelemahan secara verbal
Objektif :
1. Denyut jantung/tekanan darah tidak normal sebagai respons
2. Perubahan EKG selama aktivitas yang menunjukan aritmia/iskemia.
TUJUAN
Bahasa NOC :
1. Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan penghematan energi, dan perawatan diri : aktivitas kehidupan sehari- hari (dan AKSI).
2. Menunjuk penghematan energi, ditandai dengan indicator sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5: tidak sama sekali, ringan, sedang, berat, atau sangat berat)
3. Menyadari keterbatasan energi
4. Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
5. Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas.
KRITERIA EVALUASI :
Pasien akan :
1. Mengidentifikasi aktivitas dan/atau situasi yangmenimbulkan kecemasan yang berkontribusi kepada intoleransi aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan yang memadai pada denyut jantung, frekuensi respirasi, tekanan darah, dan pola yang dipantau dalam batas normal.
3. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, pengobatan dan/atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
4. Menampilkan aktivitas kehidupan sehari- hari (AKS) dengan beberapa bantuan (misalnya, eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi)
5. Menampilkan pengelolahan pemeliharaan di rumah dengan beberapa bantuan (misalnya, membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)
INTERVENSI PRIORITAS NIC
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Mandiri
Terapi aktivitas
Saran tentang dan bantuan dalam aktivitas fisik, kognitif,social,dan spiritual yang spesifik meningkatkan tentang ,frekuensi atau durasi aktivitas individu (kelompok)
2 Pengelolahan energi Pengaturan penggunaan sehari-hari untuk merawat atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi.
3 Ajarkan pada pasien dan orang yang penting bagi pasien tentang teknik perawatan diri Meminimalkan konsumsi O2 (dalam aktivitas sehari-hari)
4 Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan management waktu Mencegah kelelahan
5 Kolaboratif
Rujuk pada pelayanan kesehatan rumah
Mendapatkan pelayanan tentang bantuan perawatan rumah sesuai dengan kebutuhan
6 Rujuk pada ahli gizi Merencanakan makanan untuk menngkatkan asupan makanan yang tinggi energi
7 Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi fisik dan atau rekreasi Merencanakan dan memantau program aktivitas sesuai dengan kebutuhan
6. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
BATASAN KARAKTERISTIK : Takut, gusar khawatir, menurunnya keyakinan diri, takut terhadap sesuatu, horror, meningkatnya tekanan, perasaan menyeramkan, perasaan mengerikan, perasaan cemas, perilaku menentang, meningkatnya kewaspadaan, meningkatnya denyut nadi, gugup, gemetar.
Hasil yang Disarankan NOC : Mengontrol ketakutan : Kemampuan untuk mengurangi atau menurunkan perasaan tidak mampu membangkitkan keaspadaan oleh sumber-sumber yang dapat diidentifikasi.
TUJUAN : Memperlihatkan pengendalian ketakutan
KRITERIA EVALUASI : Menunjukan perilaku untuk memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Intervensi Prioritas NIC
NNO Intervensi Rasionalisasi
1 Pengurangan Ansietas Untuk meminimalkan rasa khawatir, perasaan takut, firasat atau kesulitan yang berhubungan dengan suatu sumber bahaya ang tidak teridentifikasi yang mungkin terjadi
2 Peningkatan Koping Membantu pasien beradaptasi untuk mengartikan stressor, perubahan, atau ancaman yang berpengaruh pada pemenuhan tuntutan hidup dan peran
3 Peningkatan Keamanan Meningkatan perasaan aman fisik dan psikologis pasien
7. Resiko tinggi infeksi pernafasan b.d akumulasi sekret jalan nafas dan menurunnya kemampuan batuk efektif.
BATASAN KARAKTERISTIK : Penurunan kerja silia,menetapnya sekret, kerusakan jaringan, proses penyakitkronis, malnutrisi.
TUJUAN : a. mengetahui penyebab faktor resiko infeksi
b. menurunkan resiko infeksi
c. meningkatkan lingkungan yang aman dan bersih
KRITERIA EVALUASI : a. menyatakan pemahaman penyebab/faktor resiko individu
b. mengidentifikasi intervensi mencegah/ menurunkan resiko infeksi
c. menunjukan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman

NNO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Awasi suhu Demam dapat terjadi karena infeksi dan dehidrasi
2 Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektik, perubahan posisi sering, dan masukkan cairan adekuat Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru
3 Observasi warna, karakter, bau sputum Sekret berbau, kuning/kehijauan menunjukan adanya infeksi paru.
4 Tunjukkan dan bantu pasien tentang pebuangan tisue dan sputum. Tekankan cuci tangan yang benar(perawat dan pasien) dan penggunaan sarung tangan bila memegang/menbuang tisue, wadah sputum Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
5 Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi Menurunkan potensial terpanjang pada penyakit infeksius (misalnya:ISK)
6 Kolaborasi
Dapatkan spesimen sputum dengan batuk/penghisapan untuk pewarnaan kuman gram, kultur/sensitifitas.
Dilakukan untuk menidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai antimikrobial.
7 Berikan anti mikrobial sesuai indikasi Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas/diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar